Selasa, 19 November 2013

Ekspedisi Militer Pertama Dalam Islam





Begitu Negara Islam di Madinah berdiri, kaum Muslim berada dalam kondisi perang dengan kafir Quraisy Makkah. Hal ini tampak jelas pada peristiwa Baiat Aqabah II. Abbas bin Nadhlah, salah seorang pelaku baiat, telah menyatakan prediksinya tentang konflik yang akan terjadi, melibatkan kaum Muslim dengan bangsa Arab dan non-Arab—jika baiat ini benar-benar terlaksana, Nabi saw. berhijrah ke Madinah, dan mendirikan Negara Islam di sana. Dia berkata kepada orang-orang Anshar, “Apakah kalian tahu, atas dasar apa kalian membaiat orang ini?”
Kaum Anshar menjawab, “Ya!”
Abbas berkata lagi, “Kalian akan membaiatnya untuk memerangi umat manusia, baik yang berkulit merah maupun hitam!”[1]
Inilah yang telah diprediksi oleh kaum Anshar berkaitan dengan kedudukan Jazirah Arab dan kekuatan internasional di sekitarnya, termasuk terhadap pendirian Negara Islam di Madinah.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. segera menyusun langkah-langkah strategis maupun taktis guna menghadapi ancaman dan serangan yang berasal dari orang-orang kafir, termasuk kafir Quraisy Makkah dan sekutu-sekutunya. Aktivitas Rasulullah saw. diarahkan dalam rangka mengokohkan kedudukan negara ini serta merespon kaum Quraisy yang mendeklarasikan perang terhadap Madinah. Aktivitas beliau telah diarahkan untuk mengirim berbagai ekspedisi militer ke beberapa tempat di sebelah barat Madinah, yang diarahkan untuk meraih tiga target: 
(1)  Mengancam jalan perdagangan ke Syam yang dilalui kaum Quraisy; sesuatu yang akan menjadi tekanan ekonomi bagi masyarakat Makkah, yang memang amat bergantung pada usaha perniagaan.
(2)  Mengadakan perjanjian dengan kabilah-kabilah yang tengah berperang di kawasan tersebut agar dalam konflik antara Makkah dan Madinah mereka tidak memihak (bersikap netral). Ini dilakukan jika dalam konflik tersebut dukungan kabilah-kabilah tersebut tidak mungkin didapatkan. Sebab, kabilah-kabilah ini memang pada dasarnya condong kepada kaum Quraisy dan selama berabad-abad telah bekerjasama dengan mereka. Di antara mereka terdapat pakta yang disebut oleh al-Quran dengan istilah ilâf.[2] Melalui pakta tersebut, kaum Quraisy memperoleh jaminan keamanan atas jalur perniagaannya dengan kawasan Syam dan Yaman.
(3)  Memunculkan kekuatan Negara Islam yang baru tumbuh di Madinah.

Aktivitas yang mencerminkan upaya untuk meraih tiga target di atas telah dilakukan Rasulullah saw. sendiri (yang disebut dengan ghazwah=peperangan yang diikuti oleh Nabi saw), seperti: Perang Wadan, Perang Buwath, Perang al-‘Usyairah, dan Perang Safwan. Selain itu, dalam periode ini juga dikirimkan beberapa ekspedisi militer yang tidak disertai oleh Nabi saw. (sariyah), seperti: sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib, sariyah Ubaid bin Harits, sariyah Sa’ad bin Abi Waqash, sariyah Abdullah bin Jahsy, dan sariyah Zaid bin Haritsah ke Qardhah.
Menurut Ibnu Hisyam, ekspedisi militer yang tidak diikuti Rasulullah saw. (sariyah) dan yang pertama kali dilakukan kaum Muslim adalah sariyah Ubaidah bin al-Harits.1 Dalam peristiwa ini rayah (panji-panji/bendera) perang yang pertama diserahkan Nabi saw. kepada komandan pasukan kaum Muslim.
Dikirimkannya pasukan yang dipimpin Ubaidah bin al-Harits terjadi pada bulan Syawal, kurang lebih tujuh bulan setelah Rasulullah saw. memasuki Madinah dalam perjalanan hijrahnya. Beliau masuk kota Madinah pada bulan Rabiul Awal.2
Sedangkan ghazwah yang dijalani oleh Rasulullah saw. yang pertama adalah Perang Wadan.[3] Beliau keluar kota Madinah bersama beberapa orang prajurit dari kalangan sahabatnya pada bulan Shafar tahun kedua setelah Hijrah. Rasulullah saw. keluar dari Madinah hingga tiba di Wadan, kampung yang terletak di antara kota Makkah dan Madinah. Dari Wadan ke Abwa berjarak sekitar enam mil. Perang Wadan dinamakan juga dengan Perang al-Abwa.
Rasulullah saw. berniat menyerang orang-orang Quraisy dari Bani Dhamrah bin Bakr bin Abdul Manaf bin Kinanah. Namun, beliau berdamai dengan Bani Dhamrah di al-Abwa. Dalam perjanjian tersebut Bani Dhamrah diwakili oleh salah seorang dari mereka, yaitu Makhsyi bin Amr adh-Dhamri. Ia pemimpin Bani Dhamrah saat itu.
Setelah itu, Rasulullah saw. pulang ke Madinah dan tidak memperoleh perlawanan. Rasulullah saw. menetap di Madinah hingga akhir bulan Shafar dan awal bulan Rabiul Awal.
Langkah Rasulullah saw. dengan mengikat perjanjian bersama Bani Dhamrah mencerminkan visi politik dan militer yang sangat hebat. Langkah-langkah semacam ini di kemudian hari selalu Rasulullah saw. lakukan dengan kabilah-kabilah Arab lainnya. Hal itu untuk memperkuat aliansi Negara Islam Madinah dalam menghadapi koalisi kafir Quraisy Makkah.
Sampai saat itu, kaum Muslim dan Rasulullah saw. belum berperang secara terbuka dan besar-besaran. Kedua belah pihak masih saling mengukur dan mengintai kekuatan masing-masing. Keduanya juga masih memainkan instrumen politik luar negeri dengan memanfaatkan posisi dan kekuatannya masing-masing. Perang besar yang pertama antara kaum Muslim dan kaum kafir Quraisy terjadi pada perang Badar al-Kubra.
Fragmen-fragmen di atas mencerminkan kecerdasan Rasulullah saw. dan kepiawaiannya mengelola politik luar negeri dan aspek militer Negara Islam Madinah. Jika Rasulullah saw. tidak memiliki kepiawaian tersebut, tentu saja Negara Islam Madinah sudah hancur pada saat beliau tiba di


[1]     Sîrah al-Halabiyyah, II/18-19.
[2]     QS Quraisy: 1-4.
1     Ibnu Hisyam, Sirah Nabi, vol. II/224.
2     Dr. Muhammad Rawwas Qal’aji, Qirâ‘ah Siyâsiyah li as-Siîah an-Nabawiyah, p.123.
[3]     Ibnu Hisyam, Sirah Nabi, vol. II/223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar