Senin, 18 November 2013

Distribusi Harta Shadaqah di Masa Khalifah Umar




            Di dalam kitabnya, ath-Thabaqât, Ibn Sa’ad menceritakan penggalan riwayat dari Abu Hurairah, yang bertutur demikian:

Pada suatu kali, aku pernah datang dari Abu Musa al-Asy’ari sambil membawa harta shadaqah (zakat) sebesar 800.000 dirham (1 dirham = 2,975 gram perak). ‘Umar (yang menerimanya) berkata, “Apa gerangan yang engkau bawa?”
Aku menjawab, “Aku membawa 800.000 dirham dari Abu Musa al-Asy’ari’.
‘Umar balik bertanya, “Apakah engkau gembira?”
Aku menjawab lagi, “Tentu, aku amat gembira.”
Setelah diserahkan kepada ‘Umar, ‘Umar tidak dapat tidur semalaman.  Lalu istrinya bertanya, “Mengapa engkau tidak bisa tidur semalaman?” ‘
‘Umar menjawab, “Bagaimana aku bisa tidur, sementara telah datang kepadaku harta zakat sebanyak itu? Sungguh, aku tidak dapat tidur sampai aku bagikan harta itu kepada kaum Muslim.”
Usai salat subuh, ‘Umar berkata kepada para sahabat, “Semalam telah datang kepadaku harta shadaqah yang jumlahnya belum pernah didapatkan umat Islam sebanyak itu.  Karena itu, berikanlah pendapat kalian, bagaimana seharusnya aku membagikan harta itu?”
Kemudian banyak para sahabat yang menyampaikan pendapatnya masing-masing hingga akhirnya ‘Umar berkata, “Jika demikian, aku akan membagikan harta ini pertama kalinya kepada keluarga Rasulullah saw.”
Setelah itu, ‘Umar mencatat satu persatu nama-nama keluarga Rasulullah saw.; mulai dari Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, lalu Bani Abdu Syamsi, dan Bani Naufal ibn Abi Manaf.  (Ibn Sa’ad, ath-Thabaqât, jld III/216).
           
Ath-Thabari melengkapi riwayat tersebut berdasarkan versi Ibn Huwairits. Disebutkan bahwa ‘Umar ibn al-Khaththab pernah meminta pendapat kepada kaum Muslim tentang daftar nama-nama orang yang yang akan memperoleh santunan. ‘Ali ibn Abi Thalib berkata, “Sebaiknya engkau membagikan kepada mereka setiap tahun apabila engkau memperoleh harta shadaqah (zakat).”
‘Utsman berkata, “Menurutku, sebaiknya harta yang banyak itu dibagikan kepada setiap orang secukupnya, sebab hal itu akan mencukupi semua orang meskipun mereka tidak dihitung.”
Walid ibn Hisyam ibn Mughirah berkata, “Amirul Mukminin, sesungguhnya aku pernah mengunjungi negeri Syam, dan aku menyaksikan para pembesarnya mencatat nama-nama pasukannya satu-persatu dan mencatat nama-nama para pegawainya.”
‘Umar lalu memerintahkan ‘Aqil ibn Abi Thalib, Makhramah ibn Naufal, dan Jubair ibn Muth’im (ketiganya dikenal sebagai ahli nasab suku Quraisy), “Catatlah nama setiap orang menurut kedudukannya masing-masing.”
Lalu ketiga orang itu mengawali catatannya dengan nama-nama dari keluarga Bani Hasyim, kemudian keluarga Abubakar dan kaumnya, setelah itu nama keluarga ‘Umar beserta kaumnya.  Melihat catatan tersebut ‘Umar berkata, “Sebaiknya awalilah catatan itu dari keluarga Rasulullah saw., kemudian keluarga-keluarga yang paling dekat, selanjutnya (yang terakhir) hingga pada keluargaku. (ath-Thabari, Târikh al-Umâm wa al-Mulûk, jld. V/22).
            Riwayat tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Negara Khilafah Islamiyah (14 abad lampau) telah memiliki manajemen distribusi harta shadaqah (zakat) yang amat rapi, terkontrol, dan transparan. 
Adakah para penguasa Muslim saat ini yang—katanya memiliki negara lebih modern—mempunyai catatan yang rapi, terkontrol, dan transparan?  Adakah mereka tidak dapat tidur nyenyak hingga harta milik kaum Muslim dibagi-bagikan? []


Tidak ada komentar:

Posting Komentar