Asma’ binti Abu
Bakar r.ha. sudah memeluk Islam sejak masa-masa awal datangnya Islam. Beliau
adalah saudarinya ibunda Aisyah r.ha.
Suatu waktu, ketika
Rasullah saw. dengan Abu Bakar r.a. telah memerintah Zaid r.a. dan beberapa
orang pegawainya untuk mengambil kudanya dan keluarganya untuk dibawa ke
Madinah.
Asma, r.ha.
berhijrah dengan rombongan tersebut. Sesampainya di Quba – dari rahim Asma
r.ha. – lahirlah putra pertamanyam yakni Abdullah bin Zubair r.a.
Dalam sejarah
Islam, itulah bayi pertama yang dilahirkan setelah hijrah. Pada zaman itu
banyak terjadi kesulitan, kesusahan, kemiskinan, dan kelaparan. Tetapi pada
zaman itu juga muncul kehebatan dan keberanian yang tiada bandingannya.
Dalam sebuah
riwayat dari Bukhari dicertakan bahwa Asma’ r.ha. sendiri pernah menceritakan
tentang keadaan hidupnya,“Ketika aku menikah dengan Zubair r.a., ia tidak
memiliki harta sedikit pun, tidak memiliki tanah, tidak memiliki pembantu untuk
membantu pekerjaan, dan juga tidak memiliki sesuatu apa pun. Hanya ada satu
unta milikku yang biasa digunakan untuk membawa air, juga seekor kuda. Dengan
unta tersebut, kami dapat membawa rumput dan lain-lainnya. AKulah yang menumbuk
kurma untuk makanan hewan-hewan tersebtu. Aku sendirilah yang mengisi tempat air
sampai penuh. Apabila embernya peceh, aku sendirilah yang memperbaikinya.
Pekerjaan merawat kuda, seperti mencarikan rumput dan memberinya makan, juga
aku sendiri yang melakukannya. Semua pekerjaan yang paling sulit bagiku adalah
memberi makan kuda. Aku kurang pandai membuat roti. Untuk membuat roti,
biasanya aku hanya mencampurkan gandum dengan air, kemudian kubawa kepada
wanita tetangga, yaitu seorang wanita Anshar, agar ia memasakkannya. Ia adalah
seorang wanita yang ikhlas. Dialah yang memasakkan roti untukku.
Ketika Rasulullah
saw. sampai di madinah, maka Zubair r.a. telah diberi hadiah oleh Rasulullah
saw. berupa sebidang tanah, seluas kurang lebih 2 mil (jauhnya dari kota). Lalu, kebun itu
kami tanami pohon-pohon kurma. Suatu ketika, aku sedang berjalan sambil membawa
kurma di atas kepalaku yang aku ambil dari kebun tersebut. Di tengah jalan aku
bertemu Rasulullah saw. dan beberapa sahabat Anshar lainnya yang sedang
menunggang unta. Setelah Rasulullah saw melihatku, beliau pun menghentikan
untanya. Kemudian beliau mengisyaratkan agar aku naik ke atas unta beliau. Aku
merasa sangat malu dengan laki-laki lainnya. Demikian pula aku khawatir terhada
Zubair r.a. yang sangat pencemburu. Aku khawatir ia akan marah. Memahami
perasaanku, Rasulullah membiarkanku dan meninggalkanku. Lalu segera aku pulang
ke rumah.
Setibanya di rumah,
aku menceritakan peristiwa tersebut kepada Zubair r.a. tentang perasaanku yang
sangat malu dan kekhawatiranku jangan-jangan Zubair r.a. merasa cemburu
sehingga menyebabkannya menjadi marah. Zubair r.a berkata, “Demi Allah aku
lebih cemburu kepadamu yang selalu membawa isi-isi kurma di atas kepalamu
sementara aku tidak dapat membantumu.”
Setelah itu Abu
Bakar, ayah Asma’ r.ha., memberikan seorang hamba sahaya kepada Asma’. Dengan adanya
pembantu di rumahnya, maka pekerjaan rumah tangga dapat diselesaikan dengan
ringan, seolah-olah aku telah terbebas dari penjara.
Ketika Abu Bakar
ash-shidiq r.a. berhijrah, sedikit pun tidak terpikirkan olehnya untuk
meninggalkan sesuatu untuk keluarganya. Ia berhijrah bersama-sama Rasulullah
saw. Untuk keperluan itu, seluruh kekayaan yang ia miliki, sejumlah lebih
kurang 5 atau 6 dirham dibawa serta dalam perjalanan tersebut. Setelah
kepergiannya, ayah Abu Bakar r.a. yakni Abu Qahafah yang buta penglihatannya
dan sampai saat itu belum masuk Islam mendatangi cucunya, Asma r.ha. dan Aisyah
r.ha. agar mereka tidak bersedih karena telah ditinggal oleh ayahnya. Ia
berkata kepada mereka, “Aku telah menduga bahwa Abu Bakar r.a. telah
menyebabkalian susah. Tentunya seluruh hartanya telah dibawa serta olehnya.
Sungguh ia telah semakin banyak membebani kalian.”
Menanggapi
perkataan kakeknya, Asma r.ha. berkata, “Tidak, tidak, wahai kakek. Ayah juga
meninggalkan hartanya untuk kami.” Sambil berkata demikian ia mengumpulkan
kerikil-kerikil kecil kemudian diletakkannya di tempat Abu Bakar biasa
menyimpan uang dirhamnya, lalu ditaruh di atas selembar kain. Kemudian
dipegangnya tangan kakeknya untuk merabanya. Kakeknya mengira bahwa kerikil
yang telah dirabnya itu adalah uang. Akhirnya kakeknya berkata, “Ayahmu memang
telah berbuat baik. Kalian telah ditinggalkan dalam keadaan yang baik.” Sesudah
itu, Asma r.ha. berkata, “Demi Allah, sesungguhnya ayahku tidak meninggalkan
harta sedikit pun. Aku berbuat demikian semata-mata untuk menenangkan hati
kakek, supaya kakek tidak bersedih hati.”
Asma’ r.ha.
memiliki sifat yang sangat dermawan. Pada mulanya, apabila ia akan mengeluarkan
harta di jalan Allah ia akan menghitungnya dan menimbangnya. Akan tetapi,
setelah Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menyimpan-nyimpan atau
menghitung-hitung (harta yang akan diinfakkan). Apabila mampu, belanjakanlah
sebanyak mungkin.”
Akhirnya setelah
mendengar nasihat ini, Asma r.ha. semakin banyak menyumbangkan hartanya. Ia
juga selalu menasehati anak-anak dan perempuan-perempuan yang ada di rumahnya,
“Hendaklah kalian selalu meningkatkan diri dalam membelanjakan harta di jalan
Allah, jangan menunggu-nunggu kelebihan harta kita dari keperluan-keperluan
kita (yaitu jika ada sisa harta setelah dibelanjakan untuk keperluan membeli
barang-barang, barulah sisa tersebut disedekahkan.) Jangan kalian berpikir
tentang sisanya. Jika kalian selalu menunggu sisanya, sedangkan keperluan
kalian bertambah banyak, maka itu tidak akan mencukupi keperluan kalian
sehingga kita tidak memiliki kesempatan untuk membelanjakannya di jalan Allah.
Jika keperluan itu disumbangkan di jalan Allah, maka kalian tidak akan
mengalami kerugian selamanya.”
sumber: muslimmuda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar