Seorang
pemimpin, apalagi seorang khalifah (kepala negara kaum Muslim), dituntut
memiliki sifat-sifat tertentu yang kadang-kadang satu dengan lainnya
seakan-akan berlawanan; tidak terkecuali dalam diri Khalifah ‘Umar ibn
al-Khaththab r.a. Beliau dikenal
berpembawaan tegas dan keras. Namun
demikian, kelembutannya juga sangat
menonjol, terutama pada saat beliau menjadi khalifah. Berkaitan dengan ketegasan dan kelembutan
‘Umar ini, Sa’id ibn Musayyab bertutur demikian:
Tatkala ‘Umar ibn Khaththab dibaiat sebagai khalifah, beliau berpidato di
atas mimbar Rasulullah. Setelah
menyampaikan pujian kepada Allah, beliau berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya
aku mengetahui bahwa kalian telah mengenaliku sebagai seseorang yang
berpembawaan keras dan kasar.
Sesungguhnya hal itu tampak tatkala aku masih bersama-sama dengan
Rasulullah saw. Aku membantu beliau,
sedangkan beliau adalah orang yang lemah lembut. Saat itu, aku sengaja berlaku tegas/keras
seolah-olah aku adalah pedang yang terhunus, yang siap untuk digunakan. Ini disebabkan sikap lemah lembutnya
Rasulullah saw. Demikianlah keadaanku di
masa beliau hingga wafatnya, sementara beliau rela—dengan sikapku
itu—terhadapku. Oleh karena itu, aku
bersyukur kepada Allah dan amat bergembira.
Aku pun bersikap sama tatkala Abubakar diangkat sebagai khalifah
(pengganti) Rasulullah. Itu disebabkan
karena Abu Bakar adalah orang yang lemah lembut, murah tangan, dan berbudi pekerti halus. Aku sengaja bersikap tegas di sisinya, karena
sifat beliau yang lemah lembut itu. Keadaan ini berlangsung hingga beliau
wafat. Begitulah keadaanku sampai beliau
wafat, sementara beliau rela terhadapku dan aku pun senang terhadapnya. Setelah itu, aku dibaiat menjadi khalifah
pada hari ini. Aku tahu, ada seseorang
yang berkata, ‘Apabila ia (‘Umar) selalu bersikap keras kepada kita (selama
ini, peny.), lalu bagaimana jika hari ini ia mengejar kekuasaan?’ Ketahuilah bahwa kekerasanku yang kalian
ketahui semasa aku masih bersama dengan Rasulullah adalah perkara yang wajar
bagiku. Kini, kekerasanku pun akan
bertambah terhadap orang yang berlaku aniaya dan yang memperkosa hak-hak kaum
yang lemah. Ketahuilah bahwa di samping
kekerasanku itu, aku akan berlemah lembut terhadap orang-orang yang baik dan
benar. Aku tidak akan menyimpang sedikit
pun dari hukum yang ada. Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, bantulah
aku untuk menegakkan yang benar (makruf) dan mencegah yang salah (mungkar), dan
perbanyaklah nasihat yang baik kepadaku dalam menjalankan urusan kekhalifahan
ini.”
Setelah itu, ‘Umar kemudian turun (dari
mimbar). (Kanz
al-‘ Ummâl, jilid III/147)
Lalu,
adakah saat ini para pemimpin Muslim yang bersikap tegas dan keras terhadap
orang-orang dan negara-negara kafir yang merongrong dan menduduki negeri-negeri
kaum Muslim serta mengusir dan membantai kaum Muslim, sementara pada saat yang
sama, ia bersikap lemah lembut serta bijaksana terhadap rakyatnya sendiri,
sebagaimana sikap Khalifah ‘Umar ibn Khaththab r.a.?!