"Mas, itu ada tukang bakso lewat!" ujar
seorang istri pada suaminya. "Stttt... biarkan Dik, dia kan sedang usaha. Jangan diganggu!"
Mendengar ucapan suaminya tentu saja sang istri merasa
gemas lalu mengejar sang suami yang ingin dicubitnya. Si suami tentu saja
senang berhasil mencandai istrinya. Meski agak dongkol sang istri pun
tertawa-tawa cukup lama.
Apakah anda senang bercanda dengan pasangan Anda, atau
apakah pasangan anda senang menajak bercanda? Kalau jawabannya jarang atau
bahkan tidak, berhati-hatilah. Beberapa tes untuk mengukur sejauh mana
keharmonisan suatu hubungan pernikahan senantiasa menjadikan "ada tidaknya
canda" sebagai salah satu parameter. Kurangnya canda dan gurauan di antara
suami istri bisa menunjukkan kurang harmonisnya kehidupan rumah tangga.
Setiap orang tentu menginginkan hubungan pernikahannya
harmonis hingga akhir hayat. Namun tak setiap pasangan dapat mempertahankan
keharmonisan rumah tangganya, bahkan banyak yang berakhir dengan perceraian.
Alasan perceraian "sudah tidak ada kecocokan" sebenarnya berarti
sudah hilangnya keharmonisan dalam rumah tangganya.
Banyak faktor yang mempengaruhi hilangnya keharmonisan
diantara keduanya. Diantara faktor yang paling penting yaitu komunikasi. Jika
komunikasi mengalami hambatan bisa mempengaruhi hubungan suami istri.
Suami istri perlu membiasakan suasana komunikasi yang
akrab dalam keseharian bahkan dalam menentukan berbagai keputusan penting dalam
rumah tangga. Suami dan istri harus saling menghargai pendapat masing-masing.
Tak sepantasnya suami mendoktrin istri, atau bahkan meremehkan pendapatnya.
Demikian juga sang istri sebaiknya tidak mendominasi pembicaraan. Suasana
dialogis perlu dikembangkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
Rasulullah adalah teladan baik sebagai seorang suami
dalam menjalin komunikasi dengan keluarganya. Beliau tak segan mendengarkan
pembicaraan istri tanpa memotong, menyela bahkan menghentikannya. Sebagai
contoh, suatu malam Aisyah menuturkan kisah yang amat panjang tentang sebelas
orang wanita di zaman jahiliyah yang menceritakan suami-suami mereka.
Diceritakannya satu persatu cerita dari para wanita itu
dari mulai satu hingga ke sebelas. Selama Aisyah bercerita Rasululah
menyimaknya dengan baik. Aisyah merasa bebas bercerita kepada Rasul Allah SAW
tanpa khawatir dipotong dan diacuhkan oleh beliau. Bahkan Rasulullah terlihat
betah mendengar cerita Aisyah yang panjang lebar itu. Setelah selesai barulah
beliau memberi komentar secukupnya. Dari kisah itu kita bisa melihat suasana
komunikasi dalam keluarga yang baik dan lancar.
Rasulullah adalah juga sosok suami yang sangat
memperhatikan kebutuhan batiniah istrinya. Rasulullah senantiasa mengupayakan
suasana yang menyenangkan dan selalu ingin menghibur perasaan istrinya. Aisyah
yang terpaut usia sangat jauh tidak dipaksa melulu untukmengikuti pola dan
irama hidup Rasulullah sebagai pemimpin umat. Ada saat-saat di mana Rasulullah
mengkondisikan suatu suasana dan situasi demi menyenangkan perasaan Aisyah.
Nabi mengundang beberapa anak gadis Anshar untuk bermain-main dengan Aisyah.
Dibiarkannya Aisyah bemain memuaskan hatinya. Hubungan harmonis Rasulullah
dengan Aisyah pun terlihat dari sikap masing-masing terhadap pasangannya.
Aisyah pernah menyaksikan orang-orang Habsyah yang
sedang bermain pedang di mesjid sebagai bentuk latihan menghadapi peperangan.
Sambil menonton Aisyah bersandar di pundak beliau. Selama itu beliau tidak
beranjak sampai Aisyah sendiri yang menginginkan pergi. Demikian juga
Rasulullah kerap menyandarkan kepala di pangkuan Aisyah sambil membaca Al
Quran.
Rasulullah bahkan pernah berlomba lari dengan Aisyah.
"Rasulullah berlomba denganku hingga aku dapat mendahuluinya, sampai
ketika saya menjadi gemuk beliau berlomba dengan aku dan beliau mendahului aku.
Lalu beliau tertawa dan berkata, "Kali ini untuk menebus yang dulu"
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Untuk menciptakan suasana harmonis Rasulullah gemar
bercanda dengan istrinya. Meskipun beliau banyak mengalami kesedihan, beliau
suka bergurau. Beliau menyertai istrinya dalam tertawa. Pada suatu kali, saat
membuat roti, dua orang istri Nabi yaitu Aisyah dan Saudah bercanda saling
melumurkan adonan tepung ke wajah, dan Rasul turut serta bergembira bersamanya
(HR. Bukhari).
Rasulullah pun menganjurkan bergurau pada sahabatnya.
Rasulullah pernah berkata kepada Hanzhalah ketika. Hanzhalah merasa sedih
melihat perubahan sikapnya (keadaannya) sendiri yang berbeda ketika berada di
rumah dan ketika bersama Rasulullah saw, sehingga ia menganggap dirinya
munafik.
Maka Rasulullah bersabda, "Wahai Hanzhalah kalau
kamu terus menerus dalam keadaan seperti ketika kamu bersamaku, niscaya kamu
akan disalami oleh malaikat di jalan-jalanmu. Akan tetapi, wahai Hanzhalah,
berguraulah sekedarnya."
Canda dan gurauan memang diperlukan dalam menjalin
komunikasi yang akrab khususnya antara suami dan istri. Suasana tegang dan
hubungan yang kaku dan hambar dapat dicairkan dengan gurau dan canda.
Menurut beberapa penelitian humor atau canda dapat
menghindari stress dan timbulnya serangan jantung. Senyum dan tawa akan
mengedurkan tegangnya urat syaraf. Persoalan rumah tangga yang kadang pelik dan
rumit harus dihadapi dengan rileks. Pernikahan bukan sekadar kontrak sosial
dimana suami istri terikat dengan peraturan dan hubungan kaku. Sebaiknya
dibangun suatu relasi dan situasi yang yang nyaman dan menyenangkan di mana
setiap pasangan dapat menikmati hari-harinya.
Dalam saling menasihati antara suami istri, canda dan
humor juga sangat dibutuhkan. Menurut Abdullah Nashih Ulwan nasihat yang
disertai humor dapat menggerakkan rasio, menghilangkan jemu dan menimbulkan
daya tarik. Nasihat yang menggurui dan kritik yang tajam akan sangat berlainan
dampaknya dibanding dengan nasihat dan kritik yang disampaikan dengan canda.
Canda akan mengurangi resiko munculnya perasaan tersinggung. Canda memang dapat
menciptakan suasana komunikasi yang kondusif dalam rumah tangga sehingga ikatan
pernikahan senantiasa harmonis. Namun perlu diingat bahwa canda harus
betul-betul diniatkan untuk menyenangkan perasaan pasangan, bukan untuk
menyinggung perasaannya. Insisiatif meyenangkan hati pasangan ini jangan hanya
muncul dari salah satu fihak, melainkan harus dari keduanya.
Istri maupun suami pun harus menghargai upaya
pasangannya dalam menyenangkan hatinya sehingga ia akan merasa terpacu dan
terpanggil untuk selalu menyenangkan hati pasangannya.
"Sesungguhnya hati itu bisa bosan sebagaimana
badan pun bisa bosan (letih), karena itu carikanlah untuknya hiburan yang
mengandung hikmah." (Ali karamallahhu wajhah).
Wallahu a'lam.
------------
sumber : Ida S Widayanti / Hidayatullah