Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya
Yang menjadi dasar aurat wanita
adalah:
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita
yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan
dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan
dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan
perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur
ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup
kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin :
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti
pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab
dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada
kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan
tanda keimanan mereka.
2. Hadits Nabi SAW
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya
Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis,
lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika
seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak
terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu
Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
- Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
- Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah
batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak
tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah
wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak
dilakukan maka akan menuai dosa.
Kewajiban menutup aurat ini tidak
hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua tempat yang
memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
A. Aurat wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita,
bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh
badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa
fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita
yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya
sebagaimana kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama
berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: …atau wanita-wanita
Islam…. (QS. An Nur/24:30)
B. Aurat wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan
jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu:
a. Di hadapan laki-laki lain, yang
tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah
aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam
bermuamalah, memberi dan menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan
telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Tidak diperbolehkan dengan
sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan syar’i. Dan
jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti
yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
2. Melihat karena ada tujuan syar’i
dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar. Rasulullah menyuruh
Mughirah bin Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:
“Jika salah seorang di antaramu,
meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang mendorongnya
untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud)
Dan untuk semua tujuan itu,
seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah itu sudah
cukup untuk mengenalinya.
3. Memandang dengan syahwat, inilah
pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
“Telah ditetapkan atas setiap anak
Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina mulut adalah
ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya,
zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera,
kemaluannya membenarkan atau mendustakannya.
(H.R. Ibnu Majah)
Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat
memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang
lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita
itupun membalas memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga
keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya
hingga ia menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:
“Demi Allah! Saya tidak akan
membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan
kejadian ini.”
Laki-laki itu segera menemui Nabi
dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda:
“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah
menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[1]
Pengecualian dalam hukum ini adalah
jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang
terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran,
tenggelam, dsb.
b. Di hadapan laki-laki yang
memiliki hubungan mahram
Ada ulama yang mengatakan bahwa
dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa
terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan betis.
Allah berfirman :
“Dan hendaklah mereka menutup kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)
c. Di hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya
boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh
dinikmati, tentu boleh juga dilihat.
Allah berfirman :
“kecuali kepada suami mereka, …,
Ada sebagian ulama yang mengatakan
makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA mengatakan tentang hubungannya dengan
Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Saya tidak pernah
melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi)
d. Budak wanita di hadapan orang
yang tidak boleh menikmatinya
Aurat budak wanita di hadapan
laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu
antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka
kedudukannya bagaikan istri dengan suaminya.
Allah berfirman :
“atau budak-budak yang mereka
miliki,….
– Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar