Jumat, 10 Januari 2014

Kecintaan Sahabat Kepada Rasulullah SAW




Hijrahnya Rasulullah saw. bersama-sama para sahabat dari kalangan Muhajirin ke kota Madinah sangat mempengaruhi konstelasi politik di dalam kota Madinah.  ‘Abdullah bin Ubay, tokoh munafik yang telah lama dijagokan oleh kabilah-kabilah Yahudi sebagai pemimpin masa depan kota Madinah, merasa tersingkir, dan harapannya untuk memperoleh tampuk kepemimpinan di Madinah mulai terkikis. Oleh karena itu, ketidaksukaannya terhadap Nabi saw. amat besar. Hanya saja, status sosialnya yang tinggi mencegahnya untuk bersikap frontal. Jadilah ia pelopor bagi kaum munafik.  Di depan Rasulullah saw. dia berpura-pura Islam, tetapi di belakangnya dia sangat membenci beliau.  ‘Abdullah bin Ubay bahkan sampai pernah bersumpah, “Demi Allah, apabila aku kembali ke Madinah, tentu orang yang paling mulia (yakni dia sendiri-pen.) akan segera mengusir orang yang paling hina (yakni Muhammad saw.-pen.).”  (Tafsir Ibn Katsir, jld. IV, hlm. 444).
            Ucapan tersebut, yang nyata-nyata menghina Nabi saw., kemudian tersebar dan didengar oleh para sahabat, hingga ‘Umar bin al-Khaththab dan Usaid bin Hudhair meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk membunuh ‘Abdullah bin Ubay. Beliau menenangkan sahabatnya itu seraya berkata, “Apa nanti kata orang-orang bila aku mengizinkan kalian untuk membunuhnya. Mereka tentu akan berkata, ‘Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya.’”
Ucapan  ‘Abdullah bin Ubay serta reaksi para sahabat juga didengar oleh anaknya, ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay. Lalu, ia mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, telah sampai kepadaku (berita) bahwa engkau hendak membunuh ‘Abdullah bin Ubay karena pernyataannya (yang menghinamu). Jika engkau telah memutuskan untuk melakukannya, lebih baik perintahkanlah aku untuk membawa kepalanya kepadamu. Demi Allah, orang-orang Khazraj mengetahui bahwa tidak ada seorang anak yang jauh lebih berbakti kepada ayahnya selain diriku. Aku khawatir, engkau malah menyuruh orang lain untuk membunuhnya, lalu aku tidak bisa menahan diri melihat orang tersebut (bebas) berkeliaran hingga aku membunuhnya pula. Sebab, jika begitu, berarti aku akan membunuh seorang Muslim hanya untuk membalas dendan atas kematian seorang kafir. Dengan tindakan tersebut aku pasti masuk neraka.  (Ibidem, hlm. 447).
Rasul menjawab, “Aku tidak akan membunuhnya sekarang. Aku hanya berusaha berbuat baik terhadap dirinya dan bersikap bijaksana selama ia masih berada di tengah-tengah kita.”
            Adakah pemuda Muslim saat ini yang kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kecintaannya terhadap kesenangan dunia dan pembelaannya terhadap Allah dan Rasul-Nya melebihi pembelaannya terhadap keluarganya—sebagaimana ‘Abdullah putra dari gembong munafik? [AF]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar