Di suatu hari Nabi sedang duduk di Masjid bersama para
sahabatnya. Tiba-tiba Nabi berseru, "akan datang penghuni surga."
Serentak para sahabat memandang ke arah pintu.
Ternyata datanglah seorang sahabat yang memberi salam
pada mejelis Nabi lalu shalat.
Keesokan harinya lagi, pada sitausi yang sama, Rasul
berseru,
"Akan datang penghuni surga." Tiba-tiba hadir
dari arah pintu sahabat yang kemaren juga digelari Rasul penghuni surga.
Selepas bubarnya mejelis Nabi, seorang sahabat mengejar
"penghuni surga" tersebut. Ia berkata, "maafkan saya wahai
saudaraku. Aku bertengkar dengan keluargaku bolehkah aku
barang satu-dua hari menginap di rumahmu?"
"Penghuni surga" ini lalu berkata,
"baiklah..." Satu hari berlalu, dua hari berlalu dan tiga hari pun
berlalu. Akhirnya sahabat ini tak tahan dan berkata pada "penghuni
surga". "Wahai saudaraku sebenarnya aku telah berbohon padamu. Aku
tak bertengkar dengan keluargaku.
Aku bermalam di rumahmu untuk melihat apa amalanmu
karena aku mendengar rasul menyebutmu penghuni surga. Tapi setelah aku
perhatikan amalan mu sama dengan apa yang aku kerjakan. Aku jadi tak
mengerti..."
"Penghuni surga" itu menjawab, "maafkan
aku, memang inilah aku! Ibadah yang aku jalankan tidak kurang- tidak lebih
sebagaimana yang engkau saksikan selama tiga hari ini. Aku tak tahu mengapa
Rasul menyebutku "penghuni surga".
Sahabat itu lalu pergi meninggalkan "penghuni
surga". Tiba-tiba "penghuni surga" itu memanggil sahabat tersebut.
"Saudaraku, aku jadi teringat sesuatu. Aku tak pernah dengki pada sesama
muslim.
Mungkin ini......"
Sahabat tersebut langsung berseru, "ini dia yang
membedakan engkau dengan kami. Ini dia rahasianya mengapa Rasul menyebutmu
penghuni surga. Ini yang tak dapat kami lakukan."
Ternyata, soal dengki ini bukan persoalan sepele. Ada seorang tukang sate
di tempat saya. Alhamdulillah satenya yang memang empuk itu laris bukan main.
Tetangganya mulai mencibir dan menuduh si Tukang sate memelihara tuyul. Ketika
anak si Tukang Sate kecelakaan, lagi-lagi tetangganya mencibir, "rasakan!
itulah tumbal akibat main tuyul!"
Lihatlah kita. Apakah kita bertingkah laku persis
tetangga Tukang Sate tersebut? Kita tak rela kalau saudara kita memiliki nilai
"lebih" di mata kita. Repotnya, rumput tetangga itu biasanya terlihat
lebih "hijau" dibanding rumput kita. Kita dengki dengan keberhasilan
saudara kita.
Ada seorang wanita karir yang berhasil. Karena beban
kerjanya dia sering kerja lembur sampai baru pulang saat larut malam.
Tetangganya menuduh ia wanita jalang. Ketika dari hasil jerih payahnya ia mampu
membeli mobil, tetangganya ribut lagi, kali ini ia disebut "simpanan
seorang bos".
Masya Allah! Bukannya belajar dari keberhasilan saudara
kita tersebut, kita malah mencibir dan menuduhnya yang bukan-bukan.
Dengki adalah persoalan hati. Dari dengki biasanya
lahir buruk sangka, kemudian dari buruk sangka biasanya lahir fitnah dan
tuduhan, untuk menyebarkan fitnah ini kita
bergosip kemana-mana sambil menggunjingkan perilaku
orang tersebut.
Lihatlah, bermula dari dengki kemudian menyusul
perbuatan dosa yang lain!
Sulit sekali menghilangkan rasa dengki tersebut. Untuk
itu marilah kita minta perlindungan-Nya:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah
Engkau membiarkan KEDENGKIAN dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
(QS 59:10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar